Wani Piro versus Spend Smart ??

Hahahaha…  “wani piro” sekarang perlahan tapi pasti, dikalahkan oleh trend “spend smart”.

Saya masih ingat sekitar satu dekade yang lalu, saya mendatangi pameran bahan-bahan bangunan dan mendatangi salah satu booth. Saya tertarik dengan salah satu material di sana tapi memerlukan beberapa perubahan di sana sini. Waktu saya bertanya, kira-kira berapa ongkosnya, pemilik booth berkata begini dengan penuh percaya diri “Kalo uang bukan masalah, saya bisa membuatnya persis seperti yang ibu mau”. Saya sempat tertegun, gak percaya dijawab begitu. Sepertinya kalo saya tetap ngotot nanya berapa ongkosnya, saya akan dianggap gak mampu membayar. Baahh!!

Wah sepertinya pada jaman itu, segala yang lebih mahal dianggap lebih baik, lebih berkualitas, lebih berkelas. Sehingga jika kita tidak mengikuti gaya hidup yang demikian, jika kita berani mempertanyakan, kita dianggap kalah kelas, kaum tidak mampu dan yang pasti tidak akan dianggap bonafide.

Saya rasa kita semua sudah bertumbuh dari jaman itu, perlahan tapi pasti, trend jaman now semakin mengarah ke Sadar Biaya (cost concious) dan Belanja Cerdas (spend smart). Efisiensi ekonomi menggantikan ekonomi biaya tinggi. Pertumbuhan ini tak luput dari kemajuan teknologi yang memfasilitasi semua trend efisiensi di mana segala sesuatu dibuat lebih murah, lebih cepat, lebih mudah, lebih transparan, tidak mengenal batas (borderless), dll. Jadi, menjadi efisien itu sekarang gak malu-maluin lagi, justru sekarang baru dianggap cerdas (dulu dianggap gak bonafide, gak mampu).

Seberapa jauh sih perkembangan satu dekade terakhir??

Kalo dulu kita mau beli handphone, kita muter-muter di ITC Roxy, ke mal-mal & nanya-nanya temen. Sekarang, kita tinggal browsing Tokopedia, Lazada, BliBli, dll. Kebayang ya, berapa efisiensi dari segi waktu, biaya jalan-jalan dan capenya nanya-nanya, muter-muter.

Bila dulu pemilik resto harus mempunyai armada antar “delivery” sendiri, maka sekarang tidak perlu lagi karena pembeli pun sudah bisa pesan lewat GoFood. Kalo dulu saya mencari barang-barang keperluan bayi harus muter-muter di Mangga Dua untuk cari harga termurah, sekarang kita bisa browsing di Tokopedia, Lazada, BliBli.

Kalo dulu kita harus menggunting semua promo koran untuk promo supermarket, dan ada juga promo yang menggharuskan kita untuk menukarkan voucher yang digunting dari koran, maka sekarang semua sudah dilakukan secara dijital dengan browsing ke eDaun Hemat.id.

Anda masih ingat dulu di salon, XXI, dan lounge-lounge banyak majalah-majalah terkenal disediakan di sana. Sekarang? Kebanyakan tinggal majalah-majalah lama dan buletin gratis yang ada di situ. Sepertinya yang satu ini sih lebih karena faktor penghematan ya.

Dulu, jika kita ke luar negeri dan butuh apartemen, kita cari-cari teman yang punya keluarga atau langganan apartemen di negara tersebut. Sekarang, kita gak perlu cari-cari temennya temen lagi, tinggal cari di AirBnB.

Saya juga masih ingat waktu belanja barang kebutuhan sehari-hari di supermarket langganan, beli tas bermerk di salah satu butik dengan promo dari kartu kredit. Eh, teman saya ternyata bisa dapat harga lebih murah.

Saat pelanggan sekarang menguasai informasi di tangan, produsen atau pengecer mau tidak mau harus mem’benchmark’ dirinya dengan kompetitor untuk menentukan harga yang rasional di mata pembeli.

Pelanggan yang Sadar Biaya dan mampu Belanja Cerdas, dianggap pelanggan jaman now yang pintar, tidak mudah dibohongi dan harus dilayani keingintahuannya tentang nilai tambah suatu produk dibanding produk lain.

Belanja barang yang sama dengan harga yang lebih mahal, gaya hidup berlebihan (lavish) sudah tidak populer, dianggap memboroskan uang dan tentunya dianggap tidak pintar.